October 10, 2010

From Yogya with Art - Jalan-jalan Magz

Text: Harum & Rachma Safitri
Photo: Irfan Yusuf
Jalan-jalan Magazine, Desember 2009 


Dari semua kota di Indonesia yang menjadikan budaya sebagai komoditas jualan dalam brosur-brosur wisata, Yogyakarta masih berada di garda terdepan. Kota ini diberkati sejarah kolosal yang menempatkannya dalam pusaran budaya Nusantara. Kantong-kantong keseniannya yang tersebar di penjuru kota tak lelah menelurkan pekerja-pekerja seni hebat di panggung nasional, sebut saja Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Putu Sutawijaya, dan Ugo Untoro. Satu fenomena lain yang turut mengentalkan wajah budaya Yogya adalah besarnya peran keraton dalam perpolitikan. Kota ini boleh saja masuk dalam jagat demokrasi, tapi tetap Sultan merupakan pranata paling berpengaruh dalam masyarakat — bukan partai, parlemen, apalagi oposisi.

Pada 7 Oktober 2009, memasuki usia ke-253 (hampir empat kali lebih tua dari umur Republik), Yogya semakin mantap mengukuhkan identitasnya sebagai kota budaya. Berbagai suguhan dan atraksi meriah digelar sepanjang bulan, mulai dari pawai budaya Bergada Agung Hadeging Ngayogyakarta (berdirinya kota Yogya), Jogja Java Carnival bertema “Past, Present and Future”, hingga pertunjukan seni lokal dan mancanegara yang terangkum dalam Jogja International Performing Arts (JIPA) dan Asia Tri 2009.